Rabu, 21 Maret 2012

BARISAN NISAN


Homicide - “Barisan Nisan”
Catatan: "Barisan Nisan" dirilis pertama kali sebagai mini album (EP) oleh mereka sendiri dalam bentuk CD-R, dengan cover di print digital berjumlah 100 kopi. Setahun kemudian mini album ini dimasukkan sebagai bagian dari  semi-anthology mereka yang terkenal "The Nekrophone Dayz" dibawah label Bandung; Subciety Records.

Tracklist:
  1. Barisan Nisan
  2. Senjakala Berhala
  3. Belati Kalam Profan
  4. Rima Ababil
  5. Sajak Suara
  6. Nekropolis
  7. Membaca Gejala Dari Jelaga
All tracks and remixes produced by Morgue Vanguard for NekroCypherz Produkshun
All lyrics written by Morgue Vanguard
Recorded and mixed and mastered at NekroGuerilla Lab and Cronik Headquarters DJ Scratchy
Homicide Collective in this Project: Morgue Vanguard & DJ-E

BARISAN NISAN
Matahari terlalu pagi mengkhianati. Pena terlalu cepat terbakar.

kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk berkata tidak mungkin tanpa darah mereka mengering sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi.

Sebelum semua paru disesaki tragedi dan pengulangan menemukan maknanya sendiri dalam pasar dan semerbak deodoran. Atau Mungkin dalam limbah dan kotoran atau mungkin dalam seragam sederetan nisan. Atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi's dan Nokia atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot yang menari ketika jelaga Azaghtot berangsur menjadi kepulan pitam berselubung Michael Jordan dipojokan pabrik-pabrik makloon para produsen kerak neraka berlapis statistik, pembenaran teatrikal supermall dan opera sabun panitia penyusun UU pemilu yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi, yang rapih berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri dihadapan seonggok tinja para sosok pembaharu dunia bernama pasar bebas dan perdagangan yang adil, untuk kemudian memperlakukan hidup seperti Akabri dan dikebiri matahari yang terlalu pagi mengkhianati.

Dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi. Menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga bernama Arjuna dan manusia laba-laba, dari Cobain hingga Vicious, dari berhala hingga anonimus bernama burung garuda Pancasila yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Fir'aun ber-khakhis yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi disetiap pojokan, bahkan di kakus umum dan selokan, mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan.

Maka, setiap angka menjadi 'maka' dan 'makna', ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK untuk menjaga stabilitas, stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Pantone sebagai panduan kebenaran sejak hitam dan putih hanya berlaku dihadapan mata sinar Xerox. Menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon tumpukan Big Mac dan es krim Cone yang berseru;

"Beli...beli...beli..., konsumsi..., konsumsi kami, sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji !!!"

Oh, betapa menariknya dunia yang sudah pasti, menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi, dengan dengan janji pahala bertubi, dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham, dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi dan kekuatan hanya berlaku pasca konsumsi cairan suplemen tonik dan para bigot bertemu kawanan dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederetan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning dan biru, merah, putih dan biru, merah dan putih.

Oh, betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA sehingga pion-pion negara yang berkubang dibelakang pembenaran stabilisasi nasional menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetangkan saluran-saluran pencerahan para rockstar yang lelah berkeluh kesah kala peluh mengering kasat di hadapan pasanggiri lalat-lalat pasar dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala, berskala lebih thagut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi para negara donor perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-terror, para arsitek bahasa penaklukan, para pengagung kebebasan, kebebasan yang hanya berlaku dihadapan layar Flatron, kemajukan ponsel, demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh,

Oh, betapa agungnya dunia dihadapan barisan nisan yang dikebiri matahari dan terlalu pagi mengkhianati.

Maka, jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini, wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih. jangan izinkan aku mendisiplinkan diri ke dalam barisan, wahai bentangan celuloid dan narasi. Dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu, anakku, jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini. Demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, zahraku, mentariku, jangan sedetikpun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus, lelap tertidur tanpa satu mata membuka, tanpa pagi berhenti mensponsori keheningan berbisa, tanpa dilengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan, bintang dan sabit, palu dan arit, dan bumi dan langit, lautan dan parit, dan sayap dan rakit hingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar, memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk berkata tidak mungkin tanpa darah mereka mengering sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi.

Dan matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati.

SENJAKALA BERHALA
Merapat ke barikade terdepan berhadapan dengan ribuan batalyon anjing penjaga para tiran / saat senjakala berangkat pada lanskap panoptikan / merancang kekuatan diluar jalur kepatuhan semodel Vatican / prototype target dunia pasca keruntuhan gedung kembar / dari belukar akumulasi peluh pasar / penakar pelunturan hegemoni bacot konservatif / dan pelumuran racun tikus pada sesajen didepan altar / bernazar keluar dari agenda berangkal / untuk hidup lebih hidup dari logika promosi Star Mild / merebut boombox dari tangan b-boy berbacot dangkal / oponen pembenam katarsis yang tak memiliki penangkal / membongkar dikotomi ilusi Kafka dan distopia Bolshevis / dan kesunyian berbau amis / aku adalah Israfil yang sama pada album foto Intel / membuang terompet/ Daud yang sama yang muak dengan kerikil dan katapel / MC gabungan kesalahan  yang dilakukan tuhan dan setan / untuk ritme yang menjadi rutan/ hutan menjadi urban / laknat menjadi kutukan/ ambil mikrofon katakan / Pemilu adalah candu dan valas bukanlah tuhan / dihadapan majikan lipan logika pesugihan / para imam pasar yang membuatmu membutuhkan pahlawan / yang tak akan pernah datang pada medan pelemparan puputan saat senjakala berangkat dan tamat pada lanskap tak bertuan

CHORUS
Kalam pemanggil arwah yang menziarahi pitam / dengan disiplin penggali kubur dan ketegaran penjaga makam / dengan ruh asap bulan ke lima yang membakar langit / dan senjakala berhala yang datang bersama hangus dan hangit

oponen demokrasi yang berbicara dalam bahasa lintah / yang sesak muak dibebani titah, aksen pada lidah / tak berpatenkan tameng dan argumen anti-dekaden / testamen pembenar invasi Bush Bin Laden yang mengabsen bahaya laten / oponen demokrasi yang berbicara dalam dialek lipan / sejak tirani mayoritas adalah kaisar dari semua tiran / sejak pembangkangan merajut logika lama yang sama menjijikan / se-firaun perpanjangan dajjal logika perwakilan / libido Victorian, kontol Kantian, ahlak pajangan, moral ketengan / semerbak basah tanah pekuburan, peduli setan kalian fatwa sukmaku najis / senjakala ini memakar kegelapan yang diklaim para iblis / petang kesabaran yang hampir habis / pada hari para tuhan dan setan sibuk berperang melawan para teroris / mengantar ancaman fasis pada hari surga-neraka bersimbiosis / atas nama pembangunan basis aliansi taktis antara Mc Donalds dan hadis / ludah para rasis yang membuat aspal sehanyir amis / baris demi baris, ekonomi iman statis membai'at / "kepada pedang dan replika malaikat kami berpihak" / atau mengkafiri jemaat di gerbang surga keajaiban kompetisi dengan suara bijak / maka plot berpinak / menyerupai kloningan kotbah gincu dari mulut para pahlawan yang tak akan pernah datang pada medan pelemparan puputan / saat senjakala berangkat dan tamat pada lanskap tak bertuan

BELATI KALAM PROFAN
ditulis malam pertama pemusnahan total para oponen / para despot yang menahun bermimpi tentang dunia yang homogen / kami jawab tantangan gelap dengan hunusan kalam puputan / bagi para sponsor pembangunan altar detasemen dua angka delapan / dengan prosa yang bernafas dalam kubangan bangunan / yang kalian rancang / dibawah nisan yang kalian pancang / bagi para pagan yang mati menyusuri jalur ziarah / pada situs yang menampung gunungan pahala seamis darah / segelap pitam para penghuni neraka yang kalian ciptakan / bersama mimpi buruk yang kalian kirim lewat tingkatan / kasta dan jurang pemisah yang kalian sebut takdir / yang kami sumpah semua meruntuh lebih cepat dari hitungan jam pasir / kalian citrakan kasir sebagai penanda datangnya surga di muka bumi / berlindung dibalik kosakata stabilitas dan konstitusi / belati para profan, dibawah serapahmu kami bersumpah / lebih baik kami mati terlupakan daripada selamanya dikenang orang karena menyerah //

hunusan belati penasbihan penghabisan

Rima ini lupa berduka terluka sedemikian rupa / sehingga bernazar untuk hidup tanpa hamba dan paduka / murka tanah tua jawa yang membabi buta mencari ghurka / dari dupa kotak suara demokrasi dasamuka / karena rima ini adalah pusaka perusak tameng / para pengecut yang bersuaka / dibalik rentetan angka dan pujian pada prasangka / aku adalah sumber petaka / bagi semua tuhan dan iblis yang membangun dunia / diatas undang-undang dan fakta / bagi para arsitek dunia pasca keruntuhan / para idiot seperti Aidit, berkas bank yang kau audit, / invasi kultural MTV dan Coca-cola / Sejak mulut Faisol Reza sudah se-fasis pedang para GPK / yo, dihadapan ratusan barisan nisan, ribuan tumpukan Big Mac / dan kontrol intelejen perpanjangan tangan / neo-imperealis yang bersenjatakan pasar dan hutang/ aku berdiri tegak dengan hunusan belati penasbihan penghabisan / aku permanen bernubuwat layak ribuan riff Azaghtot / bagi semua b-boy yang bersampah bacot / hingga hasratku berkarat, hingga hikayat kepalanku tamat / hingga kepala Siti Jenar berpulang pada para jasad / Marley, Malaka, Morrison, Monroe dan Sabate diatas horizon / kanon yang meluluhlantak semua antek panoptikon / rima ini bergerak lamat, belatung pengerat / keyakinan para Lenin yang dilanda kemiskinan filsafat

RIMA ABABIL
karena khalayak tak pernah salah memuja thagut penampakan / maka kalian adalah terdakwa yang terlalu mendambakan / domba tanpa gembala, wujud tanpa kepala, dunia tanpa pandawa / sumpah aral kuasa tanpa palapa / merakit dunia tanpa manual tunggal / mengepal surga neraka yang manunggal / di ujung hari yang berlangit sepekat aspal / di petang para dajjal neoliberal meminta tumbal / karena buku sejarah ditulis dengan darah / dengan anggur dan nanah, dengan kotbah dan sampah / maka argumen terlahir dari kerongkongan korban / digorok dipagi buta di lapangan pedesaan / dikubur bernafas dimalam semua kutukan / menaruh rima diatas hitungan ritme pukulan rotan Brimob / pengganti aroma Smirnoff, berakhir / layak hasrat Deborg berepilog tanpa akhir / kombinasi mutakhir para gerilyawan Kashmir, / Tolstoy dan B-boy yang menari diatas pasir / hingga para aparat Gomorrah tak berdiri tanpa dipapah / hingga berhala yang kau sembah merata dengan tanah / dengan khasanah busur serapah tanpa panah / dengan ranah yang merubah kotbah yang menjadi limbah / dengan lanskap penuh kesumat, despot melaknat / penuh bigot yang bersandar pada jaminan polis dan jimat / maka kupinang kepalan pelumat / tirani valas yang tak pernah tamat memplagiat kiamat / hingga liang lahat, dengan eskalasi perang badar / membakar akar penyeragaman bawah sadar / pasca kolonial pasca neraka horizontal / pasca bumi dan langit, aku dan kau menjadi wadal / sejak para kaisar merapal mantra anti-makar / sejak para patriot tak pernah sadar menjadi barbar

CHORUS:
rima ini kurancang untuk menantang mitos / hegemoni rezim dewa logos / kurancang rima ababil yang bidani holokos / jika kau bangun kastilmu tuk mendominasi kosmos

antitesa dari semua petuah para tetua / penguasa gua, gabah dan semua kutukan tak bertuah / rima ini adalah hitam merah tetesan darah / pemusnah lintah bendungan siklus hasrat dan amarah / ludah para penadah gejah yang menawar bid'ah / yang lupa melawan titah, kerajaan risalah, / pemungut arwah peluluh lantah kaki tangan kepala berhala yang ku nujum punah / serupa jalur ziarah satuan batalyon lakon / yang membantahkan konon gurita monitor panoptikon  / dan jargon perluasan koloni kanon / perpanjangan netra Mossad dan agenda titipan Pentagon / agen intelejen berbisik dalam dialek dekaden / berdiskusi tentang ribuan ancaman bahaya laten: / lumpen yang membangkang, hedonis yang mencoba terbang / sufi yang menjangkau terang dan anarkis yang meronta kekang / rima ini adalah kontra komando, menolak berkarat /  di pengujung tengat m'rancang beliung serupa tornado / untuk balans yang banal, balada dalam kanal dialog satu arah sejarah yang berkoar bertemu final / hingga satu subuh para sayap terentang, menantang menara rutan dengan kesadaran para pecundang / berembuk di pojokan selokan desa dan urban merakit plot armamen ababil sebelum mentari datang / sebelum cenayang industri keluar mencari mangsa / menuai bara dari pusara kalam dan makam wacana / kesucian taklid yang menyuburkan bencana / para penikam punggung dan para pengkhianat lantai dansa/ pasca kolonial pasca neraka horizontal / pasca bumi dan langit, aku dan kau menjadi tumbal / sejak argumen hanya berkisar di pusaran selasar / surga dan neraka, kontol, isu kelentit dan biji zakar, yo

NEKROPOLIS
Memanggil arwah dengan hangit dan bensin / Lanskap yang sesunyi makam dan sebusuk aroma balsam Lenin / padat khalayak serudin lalat, sefatal toxin, se-rutin angin / dan suci sepalsu putihnya secarik kain kafan / menara rutan, filsafat mutan, statistik selokan, komando tuhan, / perintah setan, fatwa dan kutukan pembusukan / pakan pahlawan dengan rotan PHH dan kacamata intel Kodam / sejarah yang mengkusam merancang godam / dari kalam prosa terkelam pada festival langit yang menghitam dan pitam yang membuat perhitungan dengan kemiskinan / koloni pasar bebas dan jaringan telepon genggam / dan kota ini kan menuai banyak bara dan samsara / lebih banyak dari dana anggaran tahunan bagi para tentara / merakit angkara bagi semua badan dunia yang merancang bencana / dan silahkan cium lubang anus kami yang memberaki setiap lencana

Kota yang menghirup senyap dan hidup bernyawa dalam gelap / dalam ruang arsitek pemiskinan yang menolak melenyap / bernafas dalam senyawa gejah, limbah dan serapah / yang dinyanyikan angkasa yang bersulang untuk mimpi para penjarah / sepah amor, amok yang murka mengusung anok / ditepi ngarai paradoks dengan belati pada tembolok / fasih berkawih tenor dalam nada minor wajib lapor dan horor / bagi semua anggota parlemen yang mengesahkan testamen anti-teror / se-hangit aroma penjarahan bulan ke-lima / se-agung penyatuan ruh dinding sel dan kausa-prima / kota ini sudah sesak keringat yang harus dikonsumsi / sebagai ganti energi yang surut melihat kontes pahlawan palsu seperti Genbi / Penebusan hasrat menangkis dengan leher kacung Anubis / ketika katarsis diperoleh dalam bentuk logo dan karcis / praksis hasrat dan nalar yang tak bisa dijamin dengan polis / rutan rigor mortis dan dominasi hirarki Nekropolis

MEMBACA GEJALA DARI JELAGA
Dear Sarkasz,
Kita berangkat dengan rima dan kopi secawan / berkawan dengan bentangan kalam yang menantang awan / kita menggalang pijakan dari hulu waktu yang membidani zaman / dimana microphone digenggam dengan hasrat menggantang ancaman / mengkafani kawanan srupa lalat dari pusat pembuangan sampah / menyisakan potongan kalimat profan berceceran / bernazar membuat tiran berjatuhan / dengan luka sayat dari medan perang puputan / kita tantang kutukan, kita kutuk pantangan / sehingga setiap angan paralel dengan surga-neraka dan dalil langitan / serupa komando yang meluncur dari Mabes hingga Koramil / serupa toxin yang berselancar pada darah sebelum maut menjemput Munir / menyisir petaka yang membiarkan mereka menggadaikan pasir / pada pantai, pada bumi yang penuhi oleh barcode dan kasir / yang menghibahkan filsafat pada para vampir / pada mereka yang melabeli setiap oponen dengan stempel kafir / pada mereka yang datang pada malam terkelam /  saat cahaya hanya datang dari belukar ditengah makam / kita pernah sisakan harapan yang esok siap cor menjadi belati / pikulan beban serupa pitam yang kembali berhitung dengan mentari

dengan tangisan bayi yang mengajarkan kembali bagaimana menari / bagaimana mengingat janji dan mengepalkan jemari / bagaimana seharusnya hari-hari berbagi api / bagaimana menyulutnya pada nadi dan mengumpulkan nyali

dan semua darah bertagih telah kita bayar lunas / sejak kalimat angkara kita terlanjur menjadi lampiran kajian Lemhanas / kau dan aku tahu pahlawan tak lagi datang dari kurusetra / namun dalam bentuk donasi mie instan ditengah bencana / sejak tanah basah ini menagih janji mata yang dibayar mata / sejak mata sungai menagih suara mereka yang hilang di ujung desa / sejak kebebasan hanya berarti dihadapan kotak suara / sejak para ekonom memperlakukan nasib serupa statistik ramalan cuaca / telah khatam kita baca semua analisa semua neraca / semua muslihat tai kucing yang membenarkan semua prasangka / kita belajar membaca gejala dari jelaga / pada malam-malam terhunus dan waras kita terjaga / memaksa tidur dengan satu kelopak mata terbuka / menahan pitam tanpa riak serupa telaga / serupa hasrat yang dipertahankan setengah mati tetap menyala / pada setengah hidup kita yang mengalir mencari muara / serupa udara / membutuhkan amis darah agar sirine tetap mengalun / agar waras diingatkan tentang wabah yang akut menahun / tentang pagut yang santun, yang memusuhi pantun / yang membakar habis hasratmu setelah dipaksa dipasung / mungkin kau ingat tentang petaka yang dalam hitungan kurun / waktu singkat berubah menjadi rahmat / merubah alam bawah sadar hingga terbiasa dengan mayat / sekarang merubahmu kasat didepan deretan kalimat / bergabung dengan para mata yang terbiasa terang bersama pekat /

serupa kepastian, serupa asuransi / serupa janji yang meprediksi dimana kau suatu hari nanti dengan pasti / sehingga semua pertanyaan kau tinggal mati / sehingga rimaku dan terompet israfil dapat bertukar posisi

* simply, a letter to a lost friend.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar